Sabtu, 29 Desember 2012

BERSAHABAT dengan HUJAN




Hujan malam ini seakan enggan untuk berhenti, liriknya mengalun tak berirama. Melantun tanpa melodi yang pasti. Tak berartutan. Seperti dentuman krucuk-krucuk di perutku yang sedari tadi hanya bisa kuisi dengan air mineral. Yah. Hujan malam ini tampaknya sangat kejam mengadili keteledoranku yang terlambat makan. Lagi dan lagi. Mungkin dia sudah bosan mendengar aku mengeluh kelaparan dan selalu menyalahkannya sebagai tersangka utama.
Yah.. mungkin benar. Antara perutku dan hujan tak pernah memiliki hubungan yang harmonis. Tak bisa saling mengisi. Saat perut minta diisi dengan tak sopannya ia datang, membawa jarak antara perut dan warung nasi. Tanpa permisi. Dan lagi-lagi aku hanya bisa meminta perutku sabar dengan hanya menelan air putih ini.
Lantas, karenanya kami menjadi musuh?
Ah.. tidak...


Sebab seburuk-buruknya hujan, aku tahu seberapa baiknya ia. Yah. Aku paham dengan pasti seberapa dekatnya dia dengan hati.  Ia serupa bahasa yang hanya bisa disampaikan hati lewat isyarat, semacam pesan yang hanya bisa dibaca oleh kaum perasa. Yah… mereka ditakdirkan untuk saling berbagi. Saling mengisi. Seperti tetesan hujan yang mewakili basahnya hati, menyuratkan segala kegundahannya dengan sempurna pada tiap gemericiknya yang menari anggun di atas dedaunan. Seperti itu pula air mata menggambarkan hujan kecil dipipi. Mengalir tanpa emosi. Alpa apa itu elegy.

Lantas kami memutuskan bersahabat. Memilin emosi untuk saling berbagi, beradu cerita sendu dari masa lalu… bersama-sama memejamkan hari, menentramkan hati. Percaya esok akan ada pelangi. #lagi

Surabaya 10 Desember 2012
23.45 WIB
#PHIE (Meracau)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar