Senin, 12 Mei 2014

8 Mei 2014



Sebab adil terkadang menjadi relatif, Ning...
Sebab adil tak selamanya berarti sama...
Lalu,
adil seperti apa yang kau damba?

Renungkanlah sejenak
Barangkali kita ini terlalu tamak
Enggan bersyukur barang sedetak
Atas nikmat-Nya yang berpetak-petak

Renungkanlah sejenak
Barangkali tiada kita maksimal memutar otak
Hingga setiap berkah seolah tak nampak
Padahal ia ada dalam setiap pijak

 
[]
 

10 Mei 2014



Sebab hidup...
Tak seindah cerita di negeri dongeng yang kau dengar sebelum lelap malammu, Ning...
Adalah kau terjaga dari pemahaman yang demikian

Hidupmu, sebaik pengusahaanmu untuk hidup. Akan selamanya berbanding lurus....

Walau terkadang hasil tak selalu dapat kita petik langsung setelah menanam... Ia butuh waktu yang lama untuk akhirnya bisa kita tuai.
Maka, tanamlah kebaikan, sebarkanlah kearifan

Hidup di sini sangatlah sebentar, Ning...
Betapa disayangkan bila yang kau tebar benih permusuhan

Bukankah di akhirat kelak, dengan Mereka kau ingin berkawan?
Mereka yang dari matanya terpancar senyum iman...

[]

 
#Phie

Senin, 05 Mei 2014

22 Maret 2014



Akhirnya kau terlelap, Ning...
Melupa leluka yang dihantarkan senja di bawah meja. Luka yang kau singkap dengan lantang di balik taplak sutra merah muda...

Aku melihatnya dengan jelas, Ning... saat separuh pandangmu tetiba nanar. Meredup binarnya seperti bohlam di pinggir jalan yang lupa mereka ganti berurunan.
Kau tahu, Ning? Gelap itu kian meraja sekalipun kau poles dengan tawatawa dupa.

Adalah aku, Ning...
Yang merengek pada timbunan tisutisu dikolong dipan, sebab tak mampu sekuat hatimu yang baja.

Tidurlah, Ning... bukankah ini yang kita sebut bahagia, selama kau dan aku tak terpisah. Jiwa dan raga.

Terimakasih, Ning... Akhirnya kau terlelap juga. Tak sia kusodori tenggorokanmu dengan baygon dan soda.[]

#Phie
#akurapopo
*bah!!! Saya nulis apaaaah?*

Untukmu, Luka



Untukmu, Luka...
Sengaja kuperaskan jeruk nipis dan kusirami cuka. Agar perih yang kau bilang tak seberapa itu... benarbenar berhenti menganga!

Untukmu, Luka...
Maaf... pabila terkadang aku lebih kejam dari biasanya. Tapi bukankah kau sudah mengenal tusukan yang tajamnya mengalahkan parang. Jadi... berhentilah bermanjamanja. Kau harus berani menyabik lukamu sendiri. Agar kelak, pabila yang lain ingin menggorokmu, kau bisa melangkah tak peduli.

Untukmu, Luka...
Maaf... memintamu bertahan lebih lama. Berteman dengan kesakitan. Akrab dengan gores makian. Tapi, matimatian menahanmu menguarkan rintih keluhan. Bukan di sini, setidaknya. Bukankah telah kuberitakan juga... kapan dan dimana kau dapat leluasa mengaduh pun bermanjamanja?

Untukmu, Luka...
Terimakasih bersabar di sampingku sekian lama. Percayalah... bahwa luka dekat sekali dengan tawa. Kita hanya perlu menunggu saja, sembari tetap mengingat sang maha. Percayalah... tak lama lagi kulepas kau pada Bahagia.

[]

#Phie

29 Maret 2014



Ning...
Bukankah Malam hari ini lebih awal menjemputmu? 
Kenapa kau tak bergegas?

Tanggalkan jubah buram itu di bawah dipan
Buang jauh... Usah kau simpansimpan

Apalah guna memendam lara berpanjangan, Ning? 
Selain menambah sesak malammu yang tamak.

Cukup hauskan hariharimu dengan syukur pada Sang Maha
Tamakkan diri akan ridho Sang Esa, tanpa sedikitpun melupa sesama

Ayo!
Bergegaslah, Ning... 
sebelum pagi terlanjur membawa malammu pergi 
Atau, perlukah kupapah lagi?

 

[]
Surabaya, 29 Maret 2014
#Phie