Sabtu, 27 Juli 2013

BUNCIT, I Miss You :*

Bukan sekali ini namamu terpampang di layar HP. Memanggil, menjerit-jerit minta dilirik. Walau seingatku juga, tak sesering ini. Tapi entahlah, sejak kapan rasa ini melonjak-loncak di dada. Mengghadirkan bahagia yang tumpah ruah di jiwa. Mengalirkan senyum di bibir serta menjelma rona  jingga di wajah.
Untuk kesekian kalinya dalam sehari ini suaramu menyapa. Tak lama memang, tapi cukuplah mengobati rasa sepi. Yah, sepi sekitar yang menjalar. Yang tak lain wujud rindu padamu. Cukup mencengangkan memang mendapati teleponmu bolak balik hari ini. Tak seperti biasanya. Kamu yang acuh mendadak menghujaniku dengan perhatian. Apa peduliku? Toh aku senang karenanya. “Tak perlu merindukanku, dinda. Aku tak kemana, ini hanya sebentar. Takkan lama. Hanya jasad kita yang terpisah, tapi jiwaku selalu bersamamu di sana,” bisikmu kemudian.
Namun, kanda. Kamu tahu siapa aku. Aku ini hanya wanita biasanya. Tak bisa, aku raba hadirnya jiwa. Aku tahu, betapa kamu mencoba menenangkanku. Menentramkan kegelisahan demi kegelisahan yang hadir karena terpisah jarak darimu, tapi saat ini aku butuh lebih dari itu. Karenanya mengertilah.
Cepatlah pulang, kanda. Pada siapa aku merajuk manja saat malam tiba? Saat sepi kembali meraja. Saat mata-mata terpejam pasrah karena lelahnya. Pada siapa aku berkeluh kesah? Bercerita tentang hari yang membawa resah. Tentangnya yang tetiba hadir dalam mimpi, menawarkan rasa baru padamu. Aku cemburu!
Iya, aku tahu, ini tak lebih dari sekedar mimpi belaka. Bunga tidur kata mereka. Tapi kanda, cemburu ini benar-benar nyata. Namun, dengan begitu bijak kamu memahaminya. “Usahlah terlalu dipikirkan, dinda. Di hatiku ini telah penuh akan namamu. Tak ada lagi tempat untuk yang baru.” Aku tersipu. Betapa aku mensyukuri, memiliki kamu sebagai pendampingku kini. “Kenapa hari ini tak mengirimiku kabar seperti biasanya?” tanyamu kemudian. Aku hanya terdiam. “Kenapa diam?” tanyamu lagi. “Sedih,” jawabku. “Sedih, karena kanda tak pernah merindukanku, seperti aku merindukan kanda.” Sejenak kulihat sepi beranjak ke tempatmu. “Aku tak punya rindu untuk kukatakan, dinda. Tapi ia selalu ada untuk aku buktikan. Inilah mengapa aku menganggumu seharian, menghubungimu berkali-kali di tengah kesibukan. Karena aku rindu.” Ahh.. Sebelumnya aku pikir, kamu akan risih pun bosan, setiap hari menemukan pesan “Aku Rindu” di inboxmu, sempat pula aku pikir, kamu akan menertawakan sikapku yang demikian. karenanya kuhentikan. Bodohnya aku, kanda, ternyata rindu bukan milikku seorang.
Teleponmu telah kau matikan. Tapi bahagia karenanya masih ada. Sisa-sisa rindu pun masih menyala-nyala, hingga aku rampung menuliskan ini sebagai sebuah cerita. Tentang kita. Aku kangen kamu, Buncit.



Surabaya, 20 Juni 2013
#Phie

Tidak ada komentar:

Posting Komentar