Semalam...
Anda masih di sana
dalam jarak yang masih sama rasanya. Namun, dengan begitu jelas saya masih
dapat merasakan kepedulian Anda, sekalipun berulang kali Anda mengatakan itu
biasa saja. Yah, tak kurang dari puluhan kali anda menyebutnya dalam
perbincangan kita semalam. Sayalah yang justru harus bolak-balik menyadarkan
diri saya untuk meyakininya. Yah, bahwa ini sekarang tak lebih dari "biasa
saja". Sayalah yang harus mati-matian menekan perasaan ini agar tetap di
tempatnya, di sana. Sudut paling dasar, agar tak dengan seenaknya menyembul
lagi ke permukaan. Setidaknya tidak untuk sekarang ataupun dalam waktu dekat.
Karena saya yang mengajukan perpisahan dan
anda selalu dengan besar hati mengabulkannya, sekalipun saya tahu ini gila bagi
anda. Anda tetap mengusahakannya. Seperti ibu peri yang akan senantisa
mengajari saya bagaimana menciptakan keajaiban itu sendiri, jika ternyata
keajaiban yang saya minta tak dapat diberikan dengan sekali ayunan tongkat
ajaibnya. Saya tahu, ini tak mudah bagi anda untuk dapat dengan cepat
meloloskannya. Saya tahu, anda pasti bertanya-tanya alasan di balik pengajuan
'ajaib' ini. Bahkan saya paham jika anda menyebut ini sebagai permintaan gila.
Yah, saya memahaminya dengan baik. Tapi, seperti biasa, anda akan selalu
menjungjung kebahagiaan saya di atas segalanya, jadi anda pun mengabulkannya.
Tidak mudah
memang.
Tidak bagi saya,
pun bagi anda.
Karenanya, saya
sangat mensyukuri karena hingga kini anda masih tetap di sisi saya. Senantiasa
menjadi sandaran. Senantiasa bersedia meminjamkan bahu dan telinga saat saya
melemah. Terimakasih atas segala bentuk kepedulian yang 'biasa' ini. Terimakasih
atas kedewasaan anda menanggapi ketakdewasaan, sifat kekanak-kanakan dan
tingkah manja saya, selama ini. Terimakasih Atas kehangatan sikap Anda,
sekalipun saya tahu anda justru ingin ini terlihat sebagai suatu kebekuan.
Terimakasih karena hingga kini, Anda masih menjadi seperti Anda yang saya kenal
dulu.
Saya selalu
mensyukuri setiap putaran waktu yang pernah kita singgahi bersama. Takkan
pernah sedikitpun menyesalinya. Dan semalam anda kembali membuat saya
mensyukurinya. Atas kebijaksanaan anda menyikapi tudingan-tudingan miring itu,
yang lagi-lagi anda menyebutnya 'biasa'. Terimakasih untuk pemahamannya.
Baiklah!
Sebaiknya memang
seperti ini saja dulu. Kita sibukkan diri kita masing-masing dengan rutinitas
yang kita miliki sekarang. Mengejar apa yang kita sebut sebagai cita-cita.
Membangun apa yang kita namai sebagai bakti anak, pada mereka. Terlebih, untuk
mulai menata ulang apa yang dari kecil kita kenal sebagai IMTAQ, yang kemudian
mulai kita sisihkan saat kita beranjak dewasa.
Biarlah untuk
sementara ini, kita kesampingkan apa yang kita sebut cinta dan mulai
memasrahkannya pada sang Pemilik Cinta. Karena, sungguh kita sama-sama tahu,
bahwa hanya Dialah yang memiliki kekuasaan penuh atas segala rasa yang
bergejolak dalam dada. Berdoa saja, bahwa kelak hati kita masih dapat
dipertemukan dalam keadaan yang lebih baik dari ini.
Ah ya satu lagi. Satu saja.
Suatu saat, saya
harap anda dapat pula memahami ini semua. Memahami bahwa keputusan gila yang
saya ambil ini tak lain untuk kebahagiaan kita, kelak. Saat nafas tak lagi jadi
milik kita. Karena, bagi saya... Anda lebih dari BIASA.
Surabaya, 15 Juli 2013
#Phie
[BIG thanx buat yang
menginsirasi saya sehingga dapat menulis ini :D. Kusebut kamu, LUAR BIASA!]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar