Sabtu, 27 Juli 2013

Hujan dan Kita

Barangkali, hanya hujan yang berhasil menghadirkan bias wajahmu dengan gamblang. Kamu ada di sana. Di tiap butirnya yang menganak sungai. Sahabat. Begitu katamu, bukan? Aku tak mau. Bukan warna ini yang aku lihat di kedua retinamu. Hujan tak pernah merabunkan hati, Sayang. Sekalipun mati-matian kau bilang, "aku ingin berteman." Tapi hatimu memintaku bertahan. Aku akan berdiri di sini. Sendirian. Menunggu kesiapan hatimu yang bimbang. Kesepian.
 Barangkali, hanya hujan yang tahu bagaimana diam menyampaikan rasa. Mengubah warna. Dari mata ke palung jiwa. Lewat gemerisik suaranya. Berisik ingin mengadu. Aku rindu. Lewat kecipak bulirnya, saat menyentuh tanah. Haru. Lebur menjadi padu. Sahabat. Masihkah itu yang kamu mau? Lantas bagaimana dengan hatimu yang kian biru? Apa yang membuatmu ragu? Hujan tak pernah merabunkan hati, Sayang. Ia tak lantas membuat warna itu abu-abu di mataku. Rasamu masih biru. Hanya saja, nalarmu membatu. Pada siapa aku beku?[]

#Phie

Tidak ada komentar:

Posting Komentar