Barangkali,
hanya hujan yang berhasil menghadirkan bias wajahmu dengan gamblang. Kamu ada
di sana. Di tiap butirnya yang menganak sungai. Sahabat. Begitu katamu, bukan?
Aku tak mau. Bukan warna ini yang aku lihat di kedua retinamu. Hujan tak pernah
merabunkan hati, Sayang. Sekalipun mati-matian kau bilang, "aku ingin
berteman." Tapi hatimu memintaku bertahan. Aku akan berdiri di sini.
Sendirian. Menunggu kesiapan hatimu yang bimbang. Kesepian.
Barangkali,
hanya hujan yang tahu bagaimana diam menyampaikan rasa. Mengubah warna. Dari mata
ke palung jiwa. Lewat gemerisik suaranya. Berisik ingin mengadu. Aku rindu.
Lewat kecipak bulirnya, saat menyentuh tanah. Haru. Lebur menjadi padu.
Sahabat. Masihkah itu yang kamu mau? Lantas bagaimana dengan hatimu yang kian
biru? Apa yang membuatmu ragu? Hujan tak pernah merabunkan hati, Sayang. Ia tak
lantas membuat warna itu abu-abu di mataku. Rasamu masih biru. Hanya saja,
nalarmu membatu. Pada siapa aku beku?[]
#Phie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar