Keputusan yang salah, membalas pesanmu pagi
itu. Berapa lama aku membangun benteng pertahanan di hatiku, agar mampu
bertahan dengan kesedihan ini? dan kini saat aku mulai punya keberanian menatap
dunia lagi, kamu hadir kembali. Dalam sekejap memporak-porandakannya.
Harusnya kuturuti saja saran mereka,
mengacuhkan pesanmu, dan menganggapnya tak pernah ada. "Abaikan, dia cuma
mau buat kamu goyah. Inget bagaimana susahnya kamu melalui ini sampek sekarang.
Aku cuma gak mau liat kamu nangis lagi."
Tapi lihat, siapa yang aku abaikan? Mereka!
Dan saat kamu kembali acuh, aku tahu mereka
benar adanya.
Maafkan aku sobat, mungkin benar aku
terlalu naif berharap ia akan berubah, nyatanya ia masih seperti rubah. Harus
kuakui ada bagian dari diriku yang ingin sekali mengikuti saran kalian.
Ketakutan untuk tersakiti lagi bercokol di sana. Tapi di sisi yang lain hatiku
merindukannya. Masih terlalu merindunya.
Lantas sekarang dapat kalian lihat, sisi
yang mana yang menang atas perdebatan batin itu. Pun setelahnya, kalian tahu
hati siapa yang harus menanggung kekalahan yang kesekian kalinya. Hatiku!
Tapi sobat, usah terlalu khawatirkan aku.
Terkadang, seseorang butuh terluka untuk tahu betapa kuatnya ia. Begitu juga
aku. Sekarang, jikapun harus terluka lagi, aku rasa tak mengapa. Aku telah
kebal olehnya.
Dengan demikian, setelah terluka lagi, aku
tahu tempat yang cocok baginya memanglah di situ, masa lalu. Bukan di masa
depanku.
Cukuplah kalian bagiku. Menyokongku dari
belakang, tanpa lelah menguatkanku. Terimakasih atas persahabatan ini.
Pamekasan, 17 Juli 2013
#Phie
[Ditulis untuk para sahabat, yang
terkadang merasa sarannya diacuhkan... Ketahuilah, kehadiran kalian tak
tergantikan :) ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar